Saya naksir Fuji ketika me-review Fujifilm X-Pro3, kamera mirrorless premium modern dengan rasa analog. Sangat unik dan berani, layar utamanya tersembunyi dan kita diarahkan untuk menggunakan jendela bidik yang istimewa karena berjenis hybrid yaitu optik dan elektronik.
Sayangnya, harga X-Pro3 yang mencapai 25-30 juta belum masuk badget. Setelah riset kecil, akhirnya menemukan alternatif pada Fujifilm X100 series.
Pada dasarnya, ini kamera compact karena nggak bisa ganti lensa tapi punya jendela hybrid juga. Harga barunya juga terbilang mahal sekitar 18 juta, akhirnya pelan-pelan cari second.
Setelah berminggu-minggu, ketemu Fujifilm X100F yang masih bergaransi dan bodi mulus. Harga sekitar 10 juta dan kondisinya sangat baik seperti baru.
"Dalam hati, saya bilang akan memotret ribuan foto dengan kamera ini." Dengan X100F juga, saya turun ke jalanan dan mendalami street photography.
Saat itu, penerusnya yaitu Fujifilm X100V belum keluar. Saya sempat hands-on Fujifilm X100V saat dirilis di Indonesia, peningkatannya memang signifikan dan fitur videonya lebih baik.
Namun user experience utama yang disuguhkan, saya rasa masih sama. Lagi pula, Fujifilm X100F adalah kamera yang berfokus pada foto.
Desain Rangefinder Retro
Harus saya akui, desain menjadi salah satu faktor utama saya ketika memilih Fujifilm X100F. Bergaya rangefinder atau seperti kamera film yang sangat kental dengan nuansa retro.
Saya pikir, desainnya mirip kamera Leica yang juga sangat klasik tapi harganya nggak main-main. Saya belum pernah memotret dengan Leica, jadi nggak tahu seperti apa rasanya. Hanya bisa mengagumi desain dan hasil fotonya lewat Instagram.
Balik ke Fuji, ukuran X100F ini memang cukup ringkas. Saat street hunting, bahkan dengan tas selempang kecil masih bisa masuk.
Ukurannya yang ringkas jelas sangat penting untuk street photography, agar tidak terlalu mencolok. Di sisi lain, mereka yang melihat kamera ini terutama yang juga hobi fotografi pasti akan melirik.
Komentar
Posting Komentar